Hewan Dam Didistribusikan di Indonesia
Mudzakarah Perhajian Indonesia yang digelar di Bandung pada 7-9 November 2024 memutuskan bahwa hewan dam boleh disembelih dan didistribusikan dagingnya di Indonesia.
Pada pembacaan keputusan Mudzakarah yang disampaikan oleh Dr KH Aris Ni’matullah dari Pesantren Buntet Cirebon dikatakan
Bahwa penyembelihan dan pembagian daging hadyu/dam di luar tanah haram termasuk di tanah air, hukumnya boleh dan sah. Mudzakarah merekomendasikan Pemerintah membuat pedoman tata kelola Dam Jemaah haji dan memasukan ketentuan penyembelihan dan pembagian daging hadyu/dam di luar tanah haram termasuk di tanah air.
“Pemerintah menyosialisasikan hasil putusan ini kepada jemaah haji melalui berbagai forum pertemuan/sosialisasi dan bimbingan manasik haji baik yang dilakukan Pemerintah maupun KBIHU. Jemaah/petugas haji dapat mempedomani ketentuan Penyembelihan dan pembagian daging hadyu/dam di luar tanah haram termasuk di tanah air,” kata KH Aris.
Lalu bagaimana keputusan ini dalam pandangan ulama madzhab fiqih?
Pembagian Daging Dam menurut Ulama Madzhab Syafiiah dan Hambali
Dilansir dari laman bincangsyariah, disebutkan bahwa madzhab Syafi’iyah rata-rata tegas bahwa daging hasil dam haji mesti dialokasikan kepada masyarakat tak mampu di tanah haram sendiri.
Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Jalaluddin al-Mahalli dan anotasi Imam al-Qalyubi dalam kitab Hasyiah al-Qalyubi juz 2 halaman 182 :
وَيَجِبُ صَرْفُ لَحْمِهِ إلَى مَسَاكِينِهِ أَيْ الْحَرَمِ جَزْمًا الْقَاطِنِينَ وَالطَّارِئِينَ وَالصَّرْفُ إلَى الْقَاطِنِينَ أَفْضَلُ وَكَذَا الْحُكْمُ فِي دَمِ التَّمَتُّعِ وَالْقِرَانِ
“Wajib mengalokasikan daging dam kepada orang miskin yang ada di tanah haram secara pasti. Baik yang asli penduduk lokal maupun yang perantau tetapi mengalokasikan kepada penduduk lokal lebih utama. Demikian pula hukum dam haji tamattu’ dan qiran”.
Ulama diatas bahkan mengakatan bahwasanya kewajiban membagikan dam ke orang miskin tanah haram bersifat mutlak. Dalam arti, kalau tidak menemukan orang miskin tanah haram kala itu maka pembagiannya ditunda.
وَكُلُّ هَذِهِ الدِّمَاءِ وَبَدَلُهَا مِنْ الطَّعَامِ تَخْتَصُّ تَفْرِقَتُهُ بِالْحَرَمِ عَلَى مَسَاكِينِهِ وَكَذَا يَخْتَصُّ بِهِ الذَّبْحُ إلَّا دَمَ الْمُحْصَرِ فَيَذْبَحُ حَيْثُ أُحْصِرَ كَمَا سَيَأْتِي، فَإِنْ عُدِمَ الْمَسَاكِينُ فِي الْحَرَمِ أَخَّرَهُ كَمَا مَرَّ حَتَّى يَجِدَهُمْ كَمَنْ نَذَرَ التَّصَدُّقَ عَلَى فُقَرَاءِ بَلَدٍ فَلَمْ يَجِدْهُمْ
“Setiap dam-dam dan makanan ganti dari dam hanya boleh dibagi-bagikan kepada orang-orang miskinnya tanah Makkah. Demikian pula ketika menyembelihnya kecuali dam yang cegah maka boleh menyembelih di lokasi ia dicegah. Jika orang-orang miskin tanah haram gak ada, maka pembagiannya ditunda sampai menjumpainya”. (Mughni al-Muhtaj, Jilid II, 2, halaman 313).
Selain Syafi’iyah, kalangan Hambali ikut serta tak membolehkan distribusi daging hasil dam ke selain tanah haram. Sebagaimana Wahbah al-Zuhaili menuliskan dalam kitabnya al-Fiqh al-Islamiy wa Adillatuhu (hal: 2330).
وقال الحنابلة (٢): ما وجب لترك واجب، أو بفعل محظور من هدي أو إطعام يكون في الحرم. ويلزم ذبح هدي التمتع والقران والمنذور بالحرم، ويفرق لحمه على مساكينه
“Hanabilah berpendapat, “sesuatu yang wajib karena meninggalkan kewajiban haji atau melakukan keharaman saat ihram berupa hadiah atau makanan maka maka dialokasikan di tanah haram. Dan wajib menyembelih hadiah haji tamattu’ dan qiran, yang dinadzari, di tanah haram serta di bagi-bagi pada orang miskin tanah haram”.
Pembagian Daging Dam Menurut Hanafiyah dan Malikiyah
Sedangkan 2 mazhab besar lainnya yaitu Hanafiyah dan Malikiyah berpendapat kebolehan mengalokasikan daging dam di selain tanah haram. Sebagaimana keterangan Mujiruddin al-Alami dalam kitab Fathu al-Rahman jilid 1, halaman 277.
واختلفوا في الدماء المتعلِّقَةِ بالإحرام بمن تختصُّ تفرقتُها؟ فقال أبو حنيفة: لا يجوزُ الذبحُ إلا بالحرم، ولا يختصُّ تفرقتهُ بأهله، وقال مالكٌ: ليس شيءٌ منها مخصوصًا، وجائز أن يفعلَها حيثُ شاء بمكةَ وغيرِها
“Terkait dengan dam-dam haji yang terkait dengan tanah haram dan orang tertentu apakah hanya dialokasikan di tanah haram? Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa dam haji disembelih di tanah haram dan tak mesti mengalokasilan di tanah haram. Imam Malik berpendapat, “tidak ada yang khusus dalam dam. Boleh saja melakukan dam di mana saja di Makkah atau lainnya”.
Demikian penjelasan hukum dam haji dikirim ke Indonesia untuk pengalokasian daging dam. Menurut Syafi’iyah dan Hambali tidak boleh kecuali orang miskin Mekkah. Menurut Hanafiyah dan Malikiyah boleh di mana saja.
sumber : Himpuh