BPKH Tekor Rp1,02 Triliun untuk Biaya Haji 2024, Kok Bisa?
Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) mengeluarkan dana nilai manfaat sebesar Rp8,2 triliun rupiah atau Rp37,3 juta per jemaah untuk penyelenggaraan ibadah haji tahun 2024. Hal ini diputuskan dalam Rapat Kerja Kementerian Agama dengan Komisi VIII DPR RI di Senayan dan BPKH di Jakarta pada Senin (27/11).
Dengan demikian dari Biaya Perjalanan Ibadah Haji (BPIH) tahun 2024 yang disepakati Pemerintah dan DPR sebesar Rp 93,4 juta, jemaah haji rata-rata hanya membayarkan Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) sebesar Rp56 juta atau dengan komposisi 60% saja.
Meski menyambut secara positif keputusan rapat yang mempertimbangkan besaran Bipih lebih besar daripada subsidi nilai manfaat untuk menjaga nilai isthita’ah bagi jamaah haji, BPKH menyebut dengan komposisi 60%-40% ada kekurangan sebesar Rp1,02 triliun untuk menutup biaya haji tahun 2024.
“Kalau 60-40, kita ada kekurangan sebesar Rp 1,02 triliun yang akan ditutup dengan cadangan Nilai Manfaat BPKH,” kata Anggota BPKH Acep Riana dalam rapat dengan panitia kerja Komisi VIII DPR RI, di Gedung DPR, Senin (27/11/2023).
Acep menjelaskan BPKH telah melakukan simulasi 3 skenario terkait pembiayaan BPIH 2024. Pertama adalah skenario 70% BPIH ditanggung jamaah lewat mekanisme Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipiih) dan 30% ditanggung Nilai Manfaat. Nilai Manfaat di sini adalah uang setoran awal jamaah yang dikelola oleh BPKH.
Apabila skenario 70:30 ini dilaksanakan, maka Nilai Manfaat yang dikeluarkan oleh BPKH pada penyelenggaran haji 2024 adalah sebesar Rp 6,15 triliun. Dengan skenario itu, BPKH masih bisa menikmati surplus Rp 1,09 triliun.
Skenario hitung-hitungan kedua yang dilakukan BPKH adalah komposisi 65% Bipih dengan 35% Nilai Manfaat. Dengan skenario ini, BPKH hanya perlu menganggarkan Nilai Manfaat sebesar Rp 7,18 triliun. BPKH masih bisa surplus Rp 300 miliar dengan skenario kedua.
Sementara, untuk skenario ketiga 60% Bipih dan 40% Nilai Manfaat, total dana yang harus dikeluarkan oleh BPKH adalah Rp 8,2 triliun. Dengan skenario ketiga ini, maka BPKH akan mengalami defisit untuk tahun 2024 sebanyak Rp 1,02 triliun.
“Kami ulangi kalau 70-30 kita akan surplus Rp 1,09 triliun, kalau 65-35 kita surplus Rp 300 miliar, sedangkan kalau 60-40 kami ada kekurangan sebesar Rp 1,02 triliun yang akan ditutup dari cadangan Nilai Manfaat BPKH,” kata Acep.
Seperti dijelaskan di atas bahwa komposisi nilai manfaat akan diberikan kepada jemaah haji sebesar 40% atau Rp 37,3 juta. Dengan jumlah jamaah tahun depan yang mencapai 241 ribu orang, maka pemerintah secara total harus mengeluarkan dana hingga Rp 20,17 triliun untuk memberangkatkan seluruh jamaah ke Tanah Suci.
Apabila peserta haji hanya membayar sebanyak Rp 56 juta, maka dana yang berhasil terkumpul barulah Rp 12,51 triliun. Artinya, BPKH harus mengeluarkan dana dari Nilai Manfaat sebanyak Rp 8,2 triliun untuk menambal kekurangan tersebut.
Padahal, pendapatan BPKH setiap tahun dari setoran awal peserta haji Rp 25 juta, plus setoran lunas Rp 10 juta per jamaah (kuota haji per tahun 203 ribu jamaah) baru mencapai Rp 7,1 triliun.
“Nilai manfaat dari BPKH adalah Nilai Manfaat tahun berjalan. Nah itu sekitar Rp 7,1 triliun, tapi itu kurang, sehingga harus menggunakan cadangan nilai manfaat Rp 1,02 triliun,” kata Acep ditemui seusai rapat.
Meski harus menambal sebanyak Rp 1 triliun, Acep menjamin keuangan BPKH saat ini masih aman. Namun, ke depannya Acep mengatakan formulasi mengenai perbandingan Bipih dan Nilai Manfaat harus terus menerus dievaluasi.
Dia mengatakan evaluasi komposisi BPIH sebenarnya sudah mulai dilakukan oleh pemerintah maupun DPR sejak 2023. Pada 2023, kata dia, komposisi antara Bipih dan Nilai Manfaat adalah 55% banding 45%. Komposisi itu diubah dengan menambahkan persentase Bipih-Nilai Manfaat menjadi 60%-40% pada 2024. Dia mengatakan naiknya persentase Bipih itu harus dilakukan mengingat biaya haji yang naik terus tiap tahun.
“Kalau terus-terusan kaya dulu 50% banding 50% ya habis, tapi kalau ditingkatkan terus insya Allah, karena kan biaya di Arab Saudi naik terus,” kata dia.