Arab Saudi Buka Haji Secara Terbatas, Inilah Syarat Pesertanya
Editor:
Selasa, 23 Juni 2020 08:00 WIB
Jemaah melakukan ibadah salat berjamaah di puncak Jabal Rahmah saat melakukan ibadah wukuf di Padang Arafah dalam ibadah Haji di luar kota suci Mekah, Arab Saudi 20 Agustus 2018. Menuju ke padang Arafah, jemaah calon haji Indonesia yang berjumlah sekitar 221 ribu orang akan berpindah dari Makkah ke Arafah dalam tiga tahap. (AP Photo/Dar Yasin)
TEMPO.CO, Jakarta – Wabah virus corona membuat segala permintaan perjalanan umrah dan haji tak diizinkan oleh Kerajaan Arab Saudi. Namun, pada Selasa, 23 Juni 2020, Arab Saudi mengumumkan perjalanan haji secara terbatas.
Dinukil dari Al Jazeera, Arab Saudi mengadakan haji yang ‘sangat terbatas’. Ibadah yang masuk rukun Islam itu, diadakan bagi warga dari berbagai bangsa yang tinggal di Arab Saudi. Mereka diizinkan untuk mengambil bagian dalam ziarah yang dimulai pada akhir Juli.
“Diputuskan untuk mengadakan ziarah tahun ini dengan jumlah yang sangat terbatas … dengan kebangsaan yang berbeda di kerajaan itu,” demikian siaran resmi kantor berita Saudi Press Agency, Senin, 22 Juni 2020, mengutip Kementerian Haji.
Keputusan penyelenggaraan haji secara terbatas itu diambil sehubungan dengan peningkatan wabah virus corona di seluruh dunia, kurangnya vaksin dan kesulitan menjaga jarak fisik yang aman di antara sejumlah besar peziarah yang datang dari luar negeri, bunyi pernyataan tersebut.
Lebih dari 2 juta orang melakukan ziarah tahunan di kota suci Makkah setiap tahun, para jamaah haji datang dari berbagai negara di dunia. Meskipun Kerajaan Arab Saudi meyakini haji merupakan suatu keharusan bagi umat Islam yang bertubuh sehat, jamaah berjumlah jutaan berisiko membawa virus. Pasalnya, jutaan peziarah bakal berkumpul ke situs-situs keagamaan.
Pada lain sisi, Arab Saudi terancam kehilangan sumber devisa selain minyak bila haji benar-benar ditutup. Ekonomi kerajaan itu sedang limbung akibat virus corona dan anjloknya harga minyak.
Menurut Al Jazeera, wabah virus corona juga dapat memicu pengawasan baru terhadap oleh pemerintah Arab Saudi terhadap situs-situs paling suci Islam, yang merupakan sumber legitimasi politik yang paling kuat bagi negeri itu.
Pengawasan lebih ketat, juga dipicu atas serangkaian bencana mematikan selama bertahun-tahun, termasuk penyerbuan pada tahun 2015 yang menewaskan 2.300 jamaah, telah memicu kritik terhadap manajemen haji oleh Kerajaan Arab Saudi.
Haji skala penuh, yang tahun lalu menarik sekitar 2,5 juta peziarah, tidak mungkin dilaksanakan kembali pada 2020, setelah pihak berwenang pada akhir Maret menyarankan umat Islam untuk menunda umrah dan haji.
Seorang umat Muslim berdoa usai melakukan ibadah salat di atas puncak Jabal Tsur di dekat kota suci Mekkah, 19 September 2015. Jabal Tsur merupakan gunung setinggi 458 meter yang berada di sebelah selatan Kota Makkah, tempat dimana Rasulullah SAW bersembunyi saat hijrah dari Mekkah ke Madinah.
Awal Juni, Indonesia, negara Muslim terpadat di dunia, menjadi salah satu negara pertama yang menarik diri dari ibadah haji, setelah menekan Riyadh untuk memberikan kejelasan. Keputusan Indonesia disusul Malaysia, Senegal, dan Singapura yang mengikuti pengumuman serupa.
Sejak akhir Februari, Arab Saudi telah menunda ziarah umrah ke Makkah karena wabah. Negeri itu memiliki salah satu tingkat infeksi virus corona tertinggi di Timur Tengah, dengan lebih dari 161.000 total kasus yang dikonfirmasi dan 1.307 kematian.